Pak Menteri, Sekolah Pada Umumnya Bergantung Kepada Guru Honorer



Pemerintah mewacanakan menghapus tenaga honorer di instansi pemerintah termasuk honorer yang berada di dunia pendidikan. Rupanya ini banyak menuai kritik. Mereka menilai kebijakan tersebut tidak hanya mengancam keberlangsungan nasib gurunya saja, tetapi juga berdampak terhadap kelembagaan

Karena hampir di setiap sekolah di berbagai jenjang pendidikan, keberadaan guru honorer masih cukup besar. Bahkan, jumlahnya bisa lebih besar dari pada guru pegawai negeri sipil.  Bahkan ketika tidak ada guru honorer sekolah pasti kelimpungan.

“Sekolah pasti kelimpungan, karena satu sekolah saja, honorer lebih banyak dari pada guru PNSnya,” ujar Wakil Ketua Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia Cabang Jember Nur Hasyim dilansir dari radarjember.jawapos.com, Jumat, 7 Februari  2020.

Lebih lanjut kata Dia, ketika diberlakukan, guru honorer hanya mempunyai dua pilihan. Akan kembali bertaruh mengikuti CPNS atau seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), atau justru mendapati kemungkinan terburuknya, yaitu berhenti menjadi guru.




“Itu tentu bukan kebijakan yang manusiawi,” keluh Nur Hasyim.

Kemudian, belum lagi, berkaitan dengan hak-hak mereka. Menurut Hasyim, hak yang diterima guru honorer umumnya masih jauh seperti yang diharapkan. Tidak sedikit guru honorer yang berasal dari kalangan menengah ke bawah. Guru Agama SMKN 2 Jember itu meyakini, di Jember terdapat ribuan guru yang masih berstatus honorer.

Lalu dalam kesempatan yang sama, Supriyono, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Cabang Jember, meminta pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang tidak merugikan berbagai pihak, terutama kalangan guru honorer. Wacana penghapusan guru honorer, kata dia, perlu menampilkan sisi humanistis.

“Karena jika lihat kiprah guru honorer, tidak sedikit mereka yang sudah puluhan tahun berkecimpung sebagai tenaga pendidik berstatus non-PNS. Dengan berbagai pertimbangan tersebut, tidak bisa jika serta merta dihapus tanpa adanya solusi. Minimal ada aturan istimewa untuk mereka,” ujar Supriyono

Lanjut Supriyono, bahwa Aturan istimewa, bisa dilakukan dengan melihat masa pengabdian guru honorer selama kurun waktu tertentu. Seperti menggunakan jalur pengangkatan P3K untuk guru yang usia 35 ke atas dan jalur pengangkatan PNS untuk guru usia 35 tahun ke bawah. “Karena mereka-mereka ini sudah berjasa sekian tahun. Apalagi kalau berpikir mengambil yang masih fresh yang baru lulus kuliah misalnya, itu sangat tidak adil dan melukai mereka,” tedasnya.

Kebijakan tersebut menurutnya, sudah ditanggapi oleh Pengurus Besar PGRI Pusat. Karena itu, diupayakan untuk mencari alternatif-alternatif dan solusi mengenai kelanjutan guru berstatus honorer. “Kita masih menunggu hasil koordinasi dari PB PGRI, jika sudah ada rekomendasi nanti pasti tersosialisasikan ke semua pengurus hingga daerah, termasuk di Jember,” pungkasnya.


-----------------------------------------
Sumber:
radarjember.jawapos.com,
Jumat, 7 Februari  2020

Posting Komentar untuk "Pak Menteri, Sekolah Pada Umumnya Bergantung Kepada Guru Honorer"