Di Tengah Pandemi, Kisah Guru Honorer yang Harus Memutar Otak Demi Bertahan Hidup


Pandemi Covid 19 yang begitu massif membuat Pak Sahdim (53), seorang guru honorer yang mengabdi di salahsatu sekolah Cikatomas, Kabupaten Tasikmalaya, harus terus memutar otak demi bertahan hidup. Gaji Rp 60 ribu per bulan yang rutin didapatkan, kini hilang, karena proses belajar mengajar dihentikan pemerintah.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, Pak Sadim biasa menjadi buruh serabutan sebagai pengurus ayam, namun itu juga ikut berhenti akibat pandemi.

“Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga terutama anak, saya biasanya ngurus ayam punya salahsatu tetangga, tapi sekarang itu juga sudah berhenti,” ujar Sahdim

Nasib serupa juga dialami Taheri (68) guru di MTDA Annur Cikalong kabupaten Tasikmalaya. Sejak sekolah diliburkan, ia harus berjibaku lebih keras karena gaji Rp 50 ribu yang tiap bulan diterima kini terhenti.

“Nya milari weh sambal tani, melak bonteng sareng sayuran nu sanes teras diical per sasih kenginglah 70-90ribu” ucap Taheri

Melihat kondisi kedua guru honorer itu, ACT Tasikmalaya melalui program Sahabat Guru Indonesia menyerahkan bantuan biaya hidup bagi Sahdi, Taheri dan 44 guru lainnya di Tasikmalaya. Bantuan biaya hidup ini diberikan sebagai bentuk apresiasi jasa mereka, serta penunjang hidup di tengah sulitnya pandemi.

M. Fauzi Ridwan  dari Tim Program Global Zakat - ACT Tasikmalaya mengatakan, program Sahabat Guru Indonesia terus berjalan sejak diluncurkan pada tahun 2019 lalu. Hingga kini sudah ribuan guru di berbagai penjuru Indonesia yang mendapatkan bantuan hidup termasuk sudah ratusan di Tasikmalaya dan sekitarnya.

“Pak Sahdim maupun Pak Taheri menjadi salah satu penerima bantuan biaya hidup untuk bertahan di masa pandemi ini apalagi jabar khususnya Tasik pembatasan sosial ini juga cukup berdampak kepada mereka para guru honorer. Program Sahabat Guru Indonesia akan terus menjangkau guru prasejahtera lainnya di Indonesia khususnya di Tasikmalaya dan sekitarnya” ujar Fauzi.


Sumber: republika

Posting Komentar untuk "Di Tengah Pandemi, Kisah Guru Honorer yang Harus Memutar Otak Demi Bertahan Hidup "